About This Blog

Sekapur Sirih dari Mas Anom.


Halo saudara, Saya Raden Anom Prakoso S.Sn. Anda siapa ? Saya dulu kurang terkenal, dan untungnya sekarang juga.


Saya adalah seorang mahasiswa S1 ( Sekarang sudah sarjana ) jurusan Film di sebuah institusi di Jakarta kota bar-bar tersayang milik kita semua. Dimana aturan di kota ini adalah melanggar aturan. Dari sempitnya jarak antar manusia di Jakarta, saya sempat melahirkan sebuah tokoh untuk menambah kesemerawutan ibu kota. Saya beri nama Darius Usman.


Darius dilahirkan dari sebuah qoute dari filsuf besar Yunani.


" Satu hal yang aku tahu, aku tidak tahu apa-apa."


Darius gemar berkeliling dunia bersama saya untuk sekedar bertanya, mempertanyakan, memberi pertanyaan, bertanya-tanya dan tertanya. Tulisan dalam cerita ini sangat menyalahi kaidah penulisan karya sastra, baik dari penulisan tanda baca, ejaan, konten, etika, dan penggunaan istilah. Karena Darius dan saya tidak mau dianggap sebagai orang berintelejensi tinggi, ya walaupun pada dasarnya tidak juga. Cara membaca blog ini adalah membuka pikiran anda seluas-luasnya, jangan terlalu serius namun jangan pula tidak serius.


Salam dari orator minim pendengar !

Merdeka! ( kata siapa ? )

Jumat, 04 Juni 2010

Darius Usman, Samudera kehidupan

aku punya teman, ah ah ah teman seperjuangan, ah ah ah namnya darius usman. Alkisah darius sedang mengarungi samudera kehidupan, sebuah samudera yang baru ditemukan di dekat Laut Baltik. Darius naik sebuah kapal nelayan bernama sri dewi. Ditumpangi oleh beberapa nelayan bersuku bangsa Bugis, asal Makasar, menetap di daerah Priok. Perahu itu berjalan lambat karena hanya bertenaga motor diesel kecil dan kebetulan Pemerintah asal negara darius mempunyai hobi menaik-nurunkan harga sesuka hati, sehingga kecepatan kapal dan kecepatan berpikir nelayan juga naik turun tergantung harga solar.



Darius dan para nelayan berjalan naik turun mengikuti gelombang air layakanya bahtera milik peterpan didera gosip perceraian dan skandal video sex. Mereka berjalan tanpa kompas, mereka lebih memilih mengikuti Media Indonesia sebagai alat navigasi, dan akhirnya mereka melihat sebuah daratan di ujung mata. Mereka memutuskan untuk menurunkan sekarung pasir berat dan batu yang diikat pada perahu nelayan, karena jangkarnya sudah dijual pemilik perahu untuk dibelikan smartphone agar anaknya bisa punya teman.

Mereka akhirnya menginjak daratan, menancapkan bendera Slank dan OI sebagai tanda orang dari jakarta sudah pernah kemari. Di pulau itu semua pohon sudah basah semua, angin malam sangat dingin dan menusuk, mereka membutuhkan kayu untuk dibuat api unggun, atau apa saja yang penting bisa dibakar. Mereka akhirnya mengumpulkan beberapa ranting pohon kecil dan daun yang masih bisa dibakar, menyirami dengan sedikit solar dan membakarnya dengan cara manusia purba. Namun api masih terlalu kecil, akhirnya atas usul darius yang bijaksana mereka mengundi siapakah salah satu dari mereka yang akan dibakar agar api jadi besar nantinya.Ini bukanlah sebuah cara sadis namun sebuah kebijakan demi kepentingan bersama, Darius sangat mengidolakan kata - kata itu. Kata-kata para dewan .



Akhirnya pak Odang memenangkan undian itu dan dialah yang mendapat kehormatan untuk dimasukan ke dalam bara api unggun. Setelah Api menyala besar mereka mulai berkumpul dan bercerita tentang apa saja untuk mengakrabkan suasana, karena kebetulan mereka semua tidak saling mengenal. Darius membuka omongan dengan memperkenalkan diri ,

Darius : " Hallo saudara nama saya Darius Usman, saya berasal dari Slovenia, lahir di Badui dalam, namun besar di Garut, karena ibu saya mengharapkan saya bisa menjadi orang sebaik Jesus, maka ia meninggalkan saya di kandang domba, dan di Garut dombanya bagus - bagus."
Waluyo : " Halo nama saya Waluyo, saya lembu peteng dari seorang Raja Jawa dahulu kala, gosipnya saya adalah anak dari selir ke 666, makanya sekarang saya bertanduk."
Darius : " Wah jangan - jangan anda adalah salah satu domba yang ada bersama saya dulu ? "
Waluyo : " Hmm saya kurang mengingatnya..dulu kan saya masih jadi domba "

Semua nelayan lebih memilih tidur dari pada mengikuti pembicaraan Darius dan Waluyo. Lalu Waluyo-yang sudah saya beri tahu sebelumnya bahwa Darius mengalami disorientasi pola pikir-memulai cerita kehidupannya. Sebelum Waluyo menjadi orang Bugis, asal Makasar, dan tinggal di Priok menjadi nelayan kerang hijau , adalah seorang Jawa pedagang putu di sidoarjo.Namun semenjak PT Lapindo Brantas lupa menutup keran maka banjir lah itu lumpur keluar semua. Saat kejadian itu gerobak Waluyo sudah tidak bisa dipakai, rumah waluyo juga hilang entah dibawa siapa karena ditanya ke yang punya hajat Lumpur Panas kata mereka ini bencana nasional,oh berarti bencana datangnya dari Tuhan, Gempa dari Tuhan, Banjir dari Tuhan, Salah ngebor juga bukan salah Inul Daratista, tapi ya namanya Bencana, sekarang kita sudah bisa janjian sama Tuhan masalah bencana.Memang makin hari manusia makin canggih.Darius lantas berpikir kapan-kapan dia mau bakar rumahnya sendiri lalu bilang itu bencana dan nanti dapat penggantian dari pemerintah. Wah jenius kau Darius.

Waluyo sudah lelah menunggu ganti rugi atas rumahnya yang hilang, karena ternyata dia tidak tercatat sebagi penerima ganti rugi. Karena Lumpur Lapindo itu bencana alam, jadi ya mungkin lebih bijak minta ganti rugi ke Tuhan. Waluyo pernah ikut berdemo di depan istana namun tidak ada yang mendengarkan, " Orang Jakarta cuek - cuek mas darius, ada respon kalo spionnya disenggol doank, kenapa ya pak presiden ngga dipindahin dari Jakarta aja, biar ga ikut cuek. " kata Waluyo.Waluyo lalu memutuskan tidak ikut pulang lagi ke Sidorajo karena dia suka makan kerang hijau yang diberi pewarna cat sablon.Darius tampak sudah lelah , dan menguap - nguap seperti anda, dia lalu tertidur tak sadarkan diri.

Pagi hari mereka semua mempersiapkan kapal untuk pulang kembali ke priok, karena di daerah baltik ternyata tidak ada kerang hijau. Pak Waluyo masih tertidur lelap. Mereka tidak tega membagunkan pak Waluyo maka mereka jalan pulang duluan ke Priok dan membiarkan Pak Waluyo tidur dengan mayat Pak Odang yang dibakar demi kepentingan kolektif.

Selama perjalanan Darius berpikir bahwa memang kehidupan adalah sebuah bahtera dia atas samudra (mengutip dari insert investigasi), sebuah bahtera yang akan naik turun seperti kehidupan pak Waluyo.
Selamat Tinggal Pak Waluyo senang berbicara dengan anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar