About This Blog

Sekapur Sirih dari Mas Anom.


Halo saudara, Saya Raden Anom Prakoso S.Sn. Anda siapa ? Saya dulu kurang terkenal, dan untungnya sekarang juga.


Saya adalah seorang mahasiswa S1 ( Sekarang sudah sarjana ) jurusan Film di sebuah institusi di Jakarta kota bar-bar tersayang milik kita semua. Dimana aturan di kota ini adalah melanggar aturan. Dari sempitnya jarak antar manusia di Jakarta, saya sempat melahirkan sebuah tokoh untuk menambah kesemerawutan ibu kota. Saya beri nama Darius Usman.


Darius dilahirkan dari sebuah qoute dari filsuf besar Yunani.


" Satu hal yang aku tahu, aku tidak tahu apa-apa."


Darius gemar berkeliling dunia bersama saya untuk sekedar bertanya, mempertanyakan, memberi pertanyaan, bertanya-tanya dan tertanya. Tulisan dalam cerita ini sangat menyalahi kaidah penulisan karya sastra, baik dari penulisan tanda baca, ejaan, konten, etika, dan penggunaan istilah. Karena Darius dan saya tidak mau dianggap sebagai orang berintelejensi tinggi, ya walaupun pada dasarnya tidak juga. Cara membaca blog ini adalah membuka pikiran anda seluas-luasnya, jangan terlalu serius namun jangan pula tidak serius.


Salam dari orator minim pendengar !

Merdeka! ( kata siapa ? )

Jumat, 17 Desember 2010

Darius Usman, Keluhan Karyawan

Aku punya teman, ah ah ah,teman seperjuangan ah ah ah, namanya darius usman, ah ah ah, alkisah saya sedang malas berjalan-jalan bersama Darius. Maka saya undanglah Darius untuk ke rumah. "Ting tong" kata Darius dari luar, karena saya tidak punya bell. Jadi harus manual. " Hei siapa kamu ?" tanya saya. " Ini Sophan Sophiaan ! " kata Darius. Maka saya suruh dia masuk agar hal percuma ini tidak bertambah panjang.
Darius menanyakan kabar saya, kok sudah lama tidak menulis kegiatannya mengelilingi dunia. " Ah aku sedang mencoba bekerja kantoran, biar ada alasan tampli necis.", kataku cepat. Iya bagi anda yang belum tahu saya sekarang sedang bekerja sebagai music illustrator. Saya bekerja di sebuah perusahaan asing asal Korea Selatan yang menjual panci dan jemuran yang kataya "revolusioner" untuk membayar semua karyawannya. Ah tidak hanya untuk karyawannya, sebenernya untuk membuat perut mereka bertambah gendut dengan memeras yang dinamakan " karyawan" -menurut saya lebih sebagai buruh-.
Darius bertanya kepada saya, kok kamu banya sekali mengeluh ? . "Haah..", saya mengeluh lagi tapi kali ini sembari menghela nafas. Darius mungkin sisa hidupku memang akan dipakai untuk mempertanyakan kenapa semuanya begitu sulit dan amburadul di negaraku ini?. Dari sanalah aku akan berusaha sedikit melepaskan diri dari dogma orang indonesia yang merugikan, dan semoga aku bisa turut melepaskan mereka. Seandainya Otong Koil kenal sama saya mungkin dia sudah ajak saya jadi gitarisnya yang baru. HAHAHAHA ( semoga tulisan ini nyangkut di google engine dan dia baca ). " Sudahlah yus, kita ke rumah Pak Marah saja, saya mau beli pulsa."

" Oke.", jawab darius.

Disana Pak Marah terlihat jauh lebih batak dari hari kemarin. Dia sedang duduk naik satu kaki, melihat Metromini kebanggannya. Pak Marah tampak sabar hari itu, tapi mukanya tidak. Jadi yang manakah yang benar?, ngga tau saya. Darius menyapa terlebih dahulu, saya kemudian tidak. Pak Marah tampak gembira kami datang, sudah lama tidak ada yang membeli pulsa pada dia, karena dia buka toko beras.

Darius : " Teman saya mau beli pulsa nih pak."
Marah : " pulsa apa yus? lama kau tak kesini."
Darius : " bapak juga lama ngga kesana. Pulsa prihatin pak, saingannya simpati."
Marah : " Isi berapa yus ?elektrik tak apa kan ?"
Darius : " alhamdulillah udah 4 bulan pak, doakan ya pak moga-moga jadi anak yang tahan setrum elektrik."
Marah : " hah iya, monyet kau. "
Darius : " Pak teman saya sedang bersusah hati."
Marah : " Janganlah kau bersusah hati, tak ada gunanya." ( kaya lagu )
Anom : " Pak kenapa kerja kantoran itu yang jilat pantat yang menang?"
Marah : " Kalau kau jilat ketek masam pasti rasanya. Sebenarnya itu mungkin karena kultur raja-rakyat itu terlalu mendarah daging nom."
Anom : " hmm.. "
Marah : " apalah bedanya perusahaan dengan kerajaan? Boss ato komisaris kau itu raja. Hirarkinya sama. Kau hanya pelayan. "
Marah : " Kalau kau tak suka nom, buatlah kerajaan sendiri, jangan mengeluh di kerajaan orang, apa yang kau harapkan?"
Marah : " aku yakin nalarmu bisa mengenal betul negaramu ini, tak pantas orang seperti kau mengeluh."
Anom : " bapak kenal saya udah lama ya?"

Marah lalu tiba-tiba menghilang.Misterius.

Anom termenung, diam ia kaku kakinya tak bisa bergerak, lemas lunglai lututnya, oh ternyata kakinya kesemutan. Akhir-akhir ini dia sering kesemutan , katanya terlalu sering makan masakan padang. Aku yang menulis sekarang, biarlah si anom yang di marahin Pak Marah. Gantian. :P

Selasa, 12 Oktober 2010

Darius Usman, tatanan masyarakat medeni.

Aku punya teman, ah ah ah, teman seperjuangan, ah ah ah, namanya Darius Usman. Alkisah Darius sedang tersesat di gunung merapi. Dia mengikuti kegiatan pencinta alam dan vety vera ( MAPALAVE ), namun dalam pelaksanaannya sifat keingintahuan yang berlebih membuat dia tersesat lahir batin di dalam hutan.Oh Darius, aku pun termasuk yang sedang tersesat sekarang.

aiwehlbl3827ljhsbd cbsllaug&*%&^@VBC0hc00*&TCO@bO*&@gc{@|C@{8HC:JCb dan inilah tulisan dari orang yang tersesat. Darius berlajan tak tentu arah di hutan belantara bagaikan Pak Presiden periode 2004-2014. Disana, didekat pohon beringin tua itu, dia melihat seorang tua duduk diam tidak berdiri karena namanya duduk. Darius yang lapar dan haus mendekati pak tua itu, berharap dia juga tersesat dalam hutan dan merasakan lapar juga sehingga Darius punya teman berkeluh kesah.

Sebelum dia berbicara kepada pak tua, tak lupa dia nge-tweet dulu.

" Aduh lagi tersesat di hutan nih. "

Darius : " Pak Tua."
Pak Tua : " Siapa yang bilang saya tua?"
Darius : " Oh maaf pak, saya sedang tersesat. Apakah Bapak juga tersesat ?"
Pak Tua : " Aku sedang dalam jalan ketidaksesatan, aku seorang pertapa."
Anom : " Masih ada ya pak jaman sekarang pertapa di hutan ?"
Pak Tua : " HOH, siapa kamu ? tiba-tiba muncul."
Darius : "Maaf pak tua, dia penulisnya. by the way, pak tua sudah lama disini?"
Pak Tua : " Waktu terhenti ketika kita bersatu dengannya."
Darius : " Wah, ribet juga ya."

Darius mulai berbincang panjang lebar dengan tanggapan dan bahasan seadanya dengan pertapa itu. Mereka membahas wacana-abstraksi-dialektika-silogisme-idealistik kebangsaan ras manusia. Apa itu? Hanya pak tua yang tahu. Sebuah hasil dari proses panjang pertapaannya.

Menurutnya ada sebuah tatanan yang dapat dibentuk dalam masyarakat berdasarkan profesinya. Pak tua menekankan kata profesi, bukan karir. Profesi adalah sebuah representasi identitas dari manusia. Sedangkan karir adalah cara manusia untuk mencari nafkah, dan bukan berarti itu profesinya. Menurut hematnya yang boros, Pak Tua membuat tatatan masyarakat menjadi 5 lapis yang legit.
  1. Seniman ( bukan pekerja seni atau orang yang mengaku nyeni banget ).
  2. Sejarawan ( bukan sekedar orang yang umurnya tua saja ).
  3. Ilmuwan ( harus science , bukan ilmu kebatinan ).
  4. Saudagar ( barang-barang kebutuhan manusia saja bukan barang keinginan manusia ).
  5. Militer ( bukan militan ).
Hal itu dibelah berdasarkan penggunaan fasilitas tubuh yang utama. Seniman menggunakan Intuisi, yang berarti dia sangat erat kaitannya dengan unsur Yang Satu. Sejarawan menggunakan memori sebagai instrument utama, dia yang akan selalu mengingat hal baik dan buruk sebagai modal pertimbangan masyarakat. Ilmuwan menggunakan akal/logika/nalar seumur hidupnya, yang berarti menggunakan motor ragawi semaksimal mungkin. Saudagar menggunakan mulutnya sebagai instrument utama dagang. Militer menggunakan tangan dan kaki sebagai senjata utama. Susunan ini niscahya ( menurut Pak Tua ) akan menjadikan masyarakat madani bukan medeni (medeni=nakutin dalam bahasa Jawa ).

Darius : "Apakah negaraku Indonesyong ( Indonesia Hamsyong ) akan menjadi masyarakat madani ?"
Pak Tua : " Susah rasanya, negaramu itu lebih suka militer yang memimpin negara. Maka hamsyong lah negaramu."
Darius : " Baiklah pak, terima kasih atas pencerahan bernegaranya. Hamba undur diri."
Pak Tua : " Kebetulan anak saya juga sudah menjemput, saya libur saat weekend. "

Pak tua pergi dari bawah pohon, dijemput Range Rover kesayangannya.

Minggu, 10 Oktober 2010

Darius Usman, konsep hukuman korupsi


Aku punya teman, ah ah ah, teman sepermainan, ah ah ah, namanya Darius Usman. Alkisah darius sedang menjadi pengacara dalam sebuah persidangan pencurian buah kapuk senilai Rp.12.000,-. Darius yang bukan sarjana hukum membela Pak Min yang sangat kebingungan dengan bahasa dari Jaksa penuntut umum. Nada suaranya datar, kadangkala terbata karena air liurnya terminum, dan semua kata-kata dalam perundangan berputar dan tidak mungkin dimengerti oleh orang seperti Pak Min. Tapi bukankah bahasa hukum dibuat njelimet biar bisa menggiring orang-orang berpendidikan rendah seperti Pak Min?

Saya waktu itu menjadi panitera, karena saya terkenal dengan kecepatan mengetik di atas rata-rata walaupun tulisannya salah semua. Pak Min didakwa atas pencurian 14 kg buah kapuk dengan tuntutan hukuman 24 hari penjara. Darius sudah membela sebisanya dengan berdiri di depan Pak Min, agar jaksa tidak bisa melihat Pak min. Setelah itu masuklah Pak Min ke LP Cipinang.

Disana ada beberapa koruptor, koruptor kakap, dan ikan kakap disajikan asam manis , oh enak sekali. Darius mengunjungi Pak Min yang sudah tampak kurus. Sambil menunggu pak min yang sedang berolahraga sore, Darius berbincang dengan seorang penghuni lapas. Dia seorang koruptor. Dia dihukum 3 tahun untuk korupsi uang pengadaan sepeda fixie sebesar 540 juta rupiah. Darius lalu berbicara pada saya.

Darius : " Korupsi sama kaya pencuri ngga?"
Anom : " Sama sih, ngambil punya orang."
Darius : " Coba sebentar saya pikirkan. "
Anom : " Monggo juragan."

Darius meneguk air mineral, dan mulai berbicara lagi.

Darius : " 540 juta = 3 tahun, 12 ribu = 1 bulan. "
Anom : " Terus?"
Darius : " jika kita ikut perhitungan koruptor 540 juta = 3 tahun , maka jika mencuri 15 juta = 1 bulan. Tapi Pak Min mencuri 14 kg senilai 12 ribu kok hukumannya 1 bulan ?
Anom : " Kalo kita ikut perhitungan hukuman Pak Min?"
Darius : " ya bayangkan saja 12 ribu = 1 bulan, 144 ribu = 1 tahun. "
Anom : " Wah tahu gitu Pak Min suruh korupsi saja, rugi kalo yang kecil-kecil."
Darius : " Seandainya saya bisa rubah itu kitab hukup pidana, saya buat sederhana. "
Anom : " Sederhana seperti apa? "
Darius : " Ya korupsi atau pencuri ayam kan tetap saja pencuri, misalnya kita jadikan hukuman Pak Min sebagai patokan. "
Anom : "Coba jelaskan."
Darius : " Pak Min mencuri 12 ribu = 1 bulan, maka jika ada koruptor ber-korupsi 1,2 milyar maka hukuman tinggal dikalikan saja. Berari 100ribu bulan. Sederhana bukan?"
Anom : " Wah boleh juga. Jadi ya menyamaratakan semua pencuri ya?."
Pak Harto : " Jangan dong. :( "

Kami lalu memutuskan pulang karena Pak Min mendapatkan serangan jantung dan meninggal saat olah raga sore. Oh Pak Min, sayang kami baru akan mengajukan konsep ini ketika Pak Min sudah menjadi korban ketidakadilan hukum. Selamat Jalan Pak Min, Sehat selalu , jika lelah berjalan berisitirahatlah.