About This Blog

Sekapur Sirih dari Mas Anom.


Halo saudara, Saya Raden Anom Prakoso S.Sn. Anda siapa ? Saya dulu kurang terkenal, dan untungnya sekarang juga.


Saya adalah seorang mahasiswa S1 ( Sekarang sudah sarjana ) jurusan Film di sebuah institusi di Jakarta kota bar-bar tersayang milik kita semua. Dimana aturan di kota ini adalah melanggar aturan. Dari sempitnya jarak antar manusia di Jakarta, saya sempat melahirkan sebuah tokoh untuk menambah kesemerawutan ibu kota. Saya beri nama Darius Usman.


Darius dilahirkan dari sebuah qoute dari filsuf besar Yunani.


" Satu hal yang aku tahu, aku tidak tahu apa-apa."


Darius gemar berkeliling dunia bersama saya untuk sekedar bertanya, mempertanyakan, memberi pertanyaan, bertanya-tanya dan tertanya. Tulisan dalam cerita ini sangat menyalahi kaidah penulisan karya sastra, baik dari penulisan tanda baca, ejaan, konten, etika, dan penggunaan istilah. Karena Darius dan saya tidak mau dianggap sebagai orang berintelejensi tinggi, ya walaupun pada dasarnya tidak juga. Cara membaca blog ini adalah membuka pikiran anda seluas-luasnya, jangan terlalu serius namun jangan pula tidak serius.


Salam dari orator minim pendengar !

Merdeka! ( kata siapa ? )

Senin, 14 Juni 2010

Darius Usman, Alayisme korban globalisasi.

Aku punya teman, ah ah ah, teman seperjuangan, ah ah ah, namanya darius usman. Ketika Mahasiswa di Sulawesi sedang sibuk tawuran, ketika mahasiswa muslim fanatik sedang sibuk membela negara yang jauh disana padahal negara sendiri sedang diobrak abrik juga, ketika mahasiswa di jakarta sedang sibuk berpesta, ketika mahasiswa seni sedang sibuk berkesenian yang hanya tuhan dan dia yang mengerti, ketika semua mahasiswa sedang berjuang untuk menetapkan kasta kelas sosial tertinggi di negara ini dalam bentuk revolusi untuk fashion, gadget dan eksistensi social network, Darius lebih memlilih pergi ke mantan mahasiswa yang dulu berfungsi sebagai garis depan yang akan berteriak untuk rakyat. Dia seorang mahasiswa dari kampus yang cukup terkenal, dia dulu ikut berjuang ditendangi oleh tentara, diberedel dengan senapan, dan disemproti dengan air comberan. Namanya Marah Sirait dia mahasiswa waktu angkatan 77/78. Sebuah gerkan Mahasiswa masif pertama di era Orde Baru,sekarang dia sudah pensiun, dia sekarang membuka gerai handphone dan pulsa yang cukup besar di daerah Tebet.

Pulsa Darius kebetulan habis waktu itu, dan handphonenya sengaja ia banting agar rusak sehingga dia punya alasan untuk berbincang lama dengan Marah. Darius tidak punya cukup uang untuk dia pergi ke tebet, sehingga dia memutuskan untuk membeli Toyota Alphard saja. Setelah membeli Alphard plus supir ( jika memiliki Alphard maka dilarang membawa sendiri, nanti dikira supir.) maka dia langsung pergi ke tebet. Gerai pulsa itu menyatu dengan garasi rumah Marah.

Darius : " Siang pak marah, hp saya rusak nih, sekalian isi pulsa deh."
Marah : " Oh iya, sini saya lihat. Mau ditinggal atau ditunggu ?"
Darius : " Tunggu aja deh pak, hp saya kan cuman satu."
Marah : " Hahah okee, tunggu bentar nih ya saya bongkar dulu. Rusaknya kenapa ini ?"
Darius : " Tadi tiba-tiba dia tertarik gravitasi pak, semua salah newton. "
Marah : " hahah. bisa saja .. sebentar ya Darius."
Darius : " Bapak emang tahu Newton siapa?"
Marah : " Aku tahu lah ! dulu aku anak fisika waktu kuliah."

Darius lalu melihat sebuah foto yang ada di wallpaper komputer Pak Marah, seorang gadis kisaran 14 tahun dengan pose melihat ke atas setengah miring mata genit. Namanya dEAA iMoOetzz.

Darius : "Itu anaknya pak?".
Marah : " hehe iyaa, si dea. Masih SMP dia di situ tuh di perempatan smpnya. Dulu Marshanda sekolah situ katanya."
Darius : "Oh iya saya tahu."
Marah : " Kasian dia dari kemarin kaya orang bingung kalo harus sekolah."
Darius : " oh kenapa pak?"
Marah : " temen-temennya bilang dia alay."
Darius : " Alay ? Wah, kasihin ( mksdnya kasihan ), sepengetahuan saya alay itu punya banyak tafsir pak."
Marah : " iya saya sudah tahu itu. saya pernah baca tentang alay di surat kabar jakarta berbahasa inggris. Mereka pernah membuat artikel tentang itu. Spesifikasinya dijelaskan, cukup komperhensif."
Darius : " Oh iya? nanti saya baca deh." ( inilah janji orang indonesia ketika mereka diminta membaca sesuatu .)
Marah : " Mungkin di pelajar PPkn atau PMP jaman kita dulu Darius , harus dijelaskan tidak boleh menyebut orang dengan istilah diskriminasi tertentu."
Darius : " Ah, pelajaran itu kan cuma buat nilai aja. Kenyataannya kalo saya lihat orang jatuh di jalan akan saya tertawakan , nanti juga bangun sendiri orangnya."
Marah : " Hahah, tampaknya kau sudah lama tinggal di Jakarta."

Pak Marah mulai membuka handphone darius yang rusak, dia juga membakar rokok kreteknya . Dihisapnya dalam.

Marah: " Kasian anak jaman sekarang itu Darius, ini semua gara - gara presidennya membiarkan kita masuk ke globalisaasi. Kapitalisme sudah mulai mendarah daging."
Darius : " Ko jadi globalisasi pak ?"

Marah : " Lah iya globalisasi membuat yang miskin jadi super miskin, yang kaya tambah lah dia luar biasa kaya sampai nanti kiamat. Coba kamu sekarang teliti kenapa seorang anak dikatakan alay. Semuanya itu berkaitan . Nih, misalnya anak saya suka dengan ST12 atau the Bagindas , musiknya melayu, maka jadi alay. Nah yang non alay itu haram hukumnya suka sama ST 12. Mereka maunya denger K.O.C, Sigur Ros, Explosion In The Sky, Telefon tel Avif, Belle and Sebastian, atau memang band - band yang secara musik mereka mungkin membuat lagu itu karena memang punya dananya. Yang alay biasanya mempunyai kelas ekonomi yang tidak bisa browsing internet setiap hari, mereka mungkin hanya membuka internet untuk Friendster, Facebook, YM saja.Jadi ya akses informasi terbatas, lalu karena itu seta merta mereka jadi sebuah kaum yang direndahkan itu. Kaum yang kaya semacam membuat benteng pembatas seperti benteng tinggi untuk getto . Pemisah Yahudi dan non yahudi."



Darius : "hmm.. boleh juga.. bapak kok tahu pak?"
Marah : " hahaha.. saya kan kuliah musik dulu.Minum dulu Darius, itu ada teh botol. "
Darius : " oke pak."
Marah dan darius minum dulu mengurangi api yang bergejolak di dada.

Marah : " Nah sekarang misalnya dilihat dari segi fashion, alay mengenakan jeans yang wash nya kemana -mana misalnya, atau kaosnya imitasi mereka beli di pasar misalnya. Nah si non alay menggunakan jeans yang harganya 3,5jt, kaos band original seharga 500rb satu potongnya, belum lg sepatu biasanyajuga jutaan. Nah sekarang si anak alay ini tentu sakit hatinya dan ingin bergaya seperti mereka yang non alay. Tapi mereka punya kah kekuatan untuk membeli jeans seharga 3-5jt itu? . Nah sekarang kembali, karena keterbatasan mereka dan tuntutan dunia kasta bahwa untuk menjadi non alay adalah dengan memakai kostum dengan merk - merk yang sudah di setting oleh negara barat. Fashion adalah salah satu politik besar yang membangun pola pikir konsumtif. Jika main set para manusianya sudah dikendalikan maka mereka akan semakin menjadi gurita untuk target pasar dunia ke tiga."



" Bangsa ini kan sudah lama kehilangan identitasnya, dan padahal manusia itu selalu membutuhkan alat representasi bagi dirinya. Nah, alat- alat pembentukan identitas itu sudah hilang sejak lama. Sejak Orde baru kita tidak pernah diberi tahu apa identitas kita sebenarnya. Hal yang melekat di kepala saya sebagai salah satuanak yang besar di zaman orde baru adalah kita adalah masyarakat negara berkembang. Karena pada dasarnya kita tidak akan diberi kesempatan untuk maju. Jadi setiap kebijakan yang dibuat hanya berdasarkan sebuah stigma bahwa kita hanya negara berkembang. Negara kita tidak pernah melakukan sebuah inovasi untuk menjadi negara maju. Semua program negara juga tentu hanya untuk mengembangkan negara dan manusia, hasilnya kita berkembang dari segi kemiskinan dan jumlah penduduk saja.Malah akhir - akhir ini kita menjadi perwakilan negara miskin."

Darius : " waduh, bapak ko tahu itu pak?"
Marah : " hahah, saya kan dulu sekolah hubungan internasional.Tapi saya nyambi kursus di design fashion politikus."

Darius masih mengangguk dia sudah tidak perduli pak marah dulu sekolah dimana.

Marah : "Sejatinya ini semua hanya sebuah permainan dalam rangka pembentukan pasar. Sejak dahulu barat memaksa kita untuk hidup dalam pop culture. Sekarang saya perhatikan mahasiswa banyak yang tiba - tiba berbakat menjadi seniman, entah itu fotografi, fashion, musik tapi dalam rangkaian budaya pop. Tapi mereka cuma melakukan itu karena tuntutan eksistensi sosial menurut saya. Seniman sejati itu adalah manusia yang sangatp peka dengan kegelisahan lingkungannya. Ketika dia meletakkan seni hanya pada titik pengekspresian diri maka seni itu hanya menjadi sebuah barang semu. Dinikmati karena nikmat saja atau biasanya karena tidak enak sama pembuatnya maka dibilang bagus. Jika kesenian sudah tidak mempunyai fungsi dalam meneriakkan kegelisahan masyarakat maka seni pun sudah kehilangan makna dan powernya.Yang saya tahu teknik seni mudah dipelajari, namun "seni" dan seniman itu sendiri one in the million Darius. Banyak aktor sekarang, tapi mengapa Slamet Rahardjo belum ada penggantinya ?. Banyak penyanyi dan pencipta lagu, tapi mengapa Iwan Fals dan Harri Roesli belum ada penerusnya? . Banyak penulis sekarang, tapi mengapa Rendra tidak tergantikan ?.Banyak pelukis sekarang, tapi mengapa Raden Saleh tidak terkalahkan?. Seniman itu pilihan Tuhan."

Darius :" Wah pengetahuan bapak luas ya!"
Marah : " Hahah iya donk saya kan dosen seni rupa dulu."
Darius : " Jadi anak bapak bagaimana pak?"
Marah : " ah , tak tahulah aku. Mungkin aku pindahkan saja sekolahnya nanti di luar negeri. Orang indonesia kan asal lihat sudah bule biar kata dandannya , musiknya, dan tata ketiknya sama dengan spesifikasi alay versi mereka juga tidak akan menjadi alay."
Darius:" wah sekarang kita kembali ke sistem kasta ala kolonialisme ya?"
Marah : "hahah.. kau baru menyadarinya ya?."
Darius : " oh iya pak yang saya baru sadar juga, bapak kau bisa benerin handphone juga ?"
Marah : " Hahahah.. saya kan dulu mahasiswa elektro."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar