About This Blog

Sekapur Sirih dari Mas Anom.


Halo saudara, Saya Raden Anom Prakoso S.Sn. Anda siapa ? Saya dulu kurang terkenal, dan untungnya sekarang juga.


Saya adalah seorang mahasiswa S1 ( Sekarang sudah sarjana ) jurusan Film di sebuah institusi di Jakarta kota bar-bar tersayang milik kita semua. Dimana aturan di kota ini adalah melanggar aturan. Dari sempitnya jarak antar manusia di Jakarta, saya sempat melahirkan sebuah tokoh untuk menambah kesemerawutan ibu kota. Saya beri nama Darius Usman.


Darius dilahirkan dari sebuah qoute dari filsuf besar Yunani.


" Satu hal yang aku tahu, aku tidak tahu apa-apa."


Darius gemar berkeliling dunia bersama saya untuk sekedar bertanya, mempertanyakan, memberi pertanyaan, bertanya-tanya dan tertanya. Tulisan dalam cerita ini sangat menyalahi kaidah penulisan karya sastra, baik dari penulisan tanda baca, ejaan, konten, etika, dan penggunaan istilah. Karena Darius dan saya tidak mau dianggap sebagai orang berintelejensi tinggi, ya walaupun pada dasarnya tidak juga. Cara membaca blog ini adalah membuka pikiran anda seluas-luasnya, jangan terlalu serius namun jangan pula tidak serius.


Salam dari orator minim pendengar !

Merdeka! ( kata siapa ? )

Selasa, 12 Oktober 2010

Darius Usman, tatanan masyarakat medeni.

Aku punya teman, ah ah ah, teman seperjuangan, ah ah ah, namanya Darius Usman. Alkisah Darius sedang tersesat di gunung merapi. Dia mengikuti kegiatan pencinta alam dan vety vera ( MAPALAVE ), namun dalam pelaksanaannya sifat keingintahuan yang berlebih membuat dia tersesat lahir batin di dalam hutan.Oh Darius, aku pun termasuk yang sedang tersesat sekarang.

aiwehlbl3827ljhsbd cbsllaug&*%&^@VBC0hc00*&TCO@bO*&@gc{@|C@{8HC:JCb dan inilah tulisan dari orang yang tersesat. Darius berlajan tak tentu arah di hutan belantara bagaikan Pak Presiden periode 2004-2014. Disana, didekat pohon beringin tua itu, dia melihat seorang tua duduk diam tidak berdiri karena namanya duduk. Darius yang lapar dan haus mendekati pak tua itu, berharap dia juga tersesat dalam hutan dan merasakan lapar juga sehingga Darius punya teman berkeluh kesah.

Sebelum dia berbicara kepada pak tua, tak lupa dia nge-tweet dulu.

" Aduh lagi tersesat di hutan nih. "

Darius : " Pak Tua."
Pak Tua : " Siapa yang bilang saya tua?"
Darius : " Oh maaf pak, saya sedang tersesat. Apakah Bapak juga tersesat ?"
Pak Tua : " Aku sedang dalam jalan ketidaksesatan, aku seorang pertapa."
Anom : " Masih ada ya pak jaman sekarang pertapa di hutan ?"
Pak Tua : " HOH, siapa kamu ? tiba-tiba muncul."
Darius : "Maaf pak tua, dia penulisnya. by the way, pak tua sudah lama disini?"
Pak Tua : " Waktu terhenti ketika kita bersatu dengannya."
Darius : " Wah, ribet juga ya."

Darius mulai berbincang panjang lebar dengan tanggapan dan bahasan seadanya dengan pertapa itu. Mereka membahas wacana-abstraksi-dialektika-silogisme-idealistik kebangsaan ras manusia. Apa itu? Hanya pak tua yang tahu. Sebuah hasil dari proses panjang pertapaannya.

Menurutnya ada sebuah tatanan yang dapat dibentuk dalam masyarakat berdasarkan profesinya. Pak tua menekankan kata profesi, bukan karir. Profesi adalah sebuah representasi identitas dari manusia. Sedangkan karir adalah cara manusia untuk mencari nafkah, dan bukan berarti itu profesinya. Menurut hematnya yang boros, Pak Tua membuat tatatan masyarakat menjadi 5 lapis yang legit.
  1. Seniman ( bukan pekerja seni atau orang yang mengaku nyeni banget ).
  2. Sejarawan ( bukan sekedar orang yang umurnya tua saja ).
  3. Ilmuwan ( harus science , bukan ilmu kebatinan ).
  4. Saudagar ( barang-barang kebutuhan manusia saja bukan barang keinginan manusia ).
  5. Militer ( bukan militan ).
Hal itu dibelah berdasarkan penggunaan fasilitas tubuh yang utama. Seniman menggunakan Intuisi, yang berarti dia sangat erat kaitannya dengan unsur Yang Satu. Sejarawan menggunakan memori sebagai instrument utama, dia yang akan selalu mengingat hal baik dan buruk sebagai modal pertimbangan masyarakat. Ilmuwan menggunakan akal/logika/nalar seumur hidupnya, yang berarti menggunakan motor ragawi semaksimal mungkin. Saudagar menggunakan mulutnya sebagai instrument utama dagang. Militer menggunakan tangan dan kaki sebagai senjata utama. Susunan ini niscahya ( menurut Pak Tua ) akan menjadikan masyarakat madani bukan medeni (medeni=nakutin dalam bahasa Jawa ).

Darius : "Apakah negaraku Indonesyong ( Indonesia Hamsyong ) akan menjadi masyarakat madani ?"
Pak Tua : " Susah rasanya, negaramu itu lebih suka militer yang memimpin negara. Maka hamsyong lah negaramu."
Darius : " Baiklah pak, terima kasih atas pencerahan bernegaranya. Hamba undur diri."
Pak Tua : " Kebetulan anak saya juga sudah menjemput, saya libur saat weekend. "

Pak tua pergi dari bawah pohon, dijemput Range Rover kesayangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar