About This Blog

Sekapur Sirih dari Mas Anom.


Halo saudara, Saya Raden Anom Prakoso S.Sn. Anda siapa ? Saya dulu kurang terkenal, dan untungnya sekarang juga.


Saya adalah seorang mahasiswa S1 ( Sekarang sudah sarjana ) jurusan Film di sebuah institusi di Jakarta kota bar-bar tersayang milik kita semua. Dimana aturan di kota ini adalah melanggar aturan. Dari sempitnya jarak antar manusia di Jakarta, saya sempat melahirkan sebuah tokoh untuk menambah kesemerawutan ibu kota. Saya beri nama Darius Usman.


Darius dilahirkan dari sebuah qoute dari filsuf besar Yunani.


" Satu hal yang aku tahu, aku tidak tahu apa-apa."


Darius gemar berkeliling dunia bersama saya untuk sekedar bertanya, mempertanyakan, memberi pertanyaan, bertanya-tanya dan tertanya. Tulisan dalam cerita ini sangat menyalahi kaidah penulisan karya sastra, baik dari penulisan tanda baca, ejaan, konten, etika, dan penggunaan istilah. Karena Darius dan saya tidak mau dianggap sebagai orang berintelejensi tinggi, ya walaupun pada dasarnya tidak juga. Cara membaca blog ini adalah membuka pikiran anda seluas-luasnya, jangan terlalu serius namun jangan pula tidak serius.


Salam dari orator minim pendengar !

Merdeka! ( kata siapa ? )

Selasa, 07 September 2010

Darius Usman, Motif Zakat

Aku punya teman, ah ah ah, teman sepermainan, ah ah ah, namanya Darius Usman. Alkisah Darius sedang menggoda seorang anak kecil yang bermain petak umpet. Ketika dia sedang sembunyi, Darius yang badannya sebesar ivan gunawan membuat si anak pasti ketahuan oleh temannya. Wajah si anak sudah mulai sangat kecut karena Darius yang tiba-tiba datang, senantiasa mengganggu persembunyiannya. Akhirnya si anak yang frustasi karena Darius selalu mengganggu pergi menggunakan angkot Dago-Caringin. Dia memutuskan untuk pergi sembunyi ke pasar Caringin saja, mungkin temannya tidak akan menemukan dia disana.

Darius yang ditinggal teman sepermainannya pergi ke daerah mampang, dia bertemu dengan seorang tua yang masih muda. Dia seorang pengamen dan menyambi sebagai copet dan pengemis. Namanya Nurdin. Nurdin tampak sudah lelah hari itu, kulitnya legam terbakar cahaya, dia tidak mungkin membeli krim anti matahari, karena perusahaan yang melindungi kulit tidak sudi barangnya dibeli oleh orang seperti Nurdin. Hari itu Nurdin berencana akan ke rumah seorang saudagar kaya untuk mendapatkan zakat dan jika beruntung dia mendapatkan satu buah bungkusan sembako.

Dia pergi jauh ke daerah Cilincing, disana banyak warga nelayan miskin dan juga ada saudagar besi tua asal Sumenep. Di depan rumah sang Saudagar sudah penuh sesak oleh warga miskin yang berkumpul menunggu pagar dibuka.

Darius: "Memang pasti dapet duitnya mas?"
Nurdin: "Wah ya untung2an kita mah"
Darius: "Wah susah juga ya, memang ga dapet dari Badan Zakat Nasional mas?"
Nurdin: "aduh kita mah kaga tau bang, untung2an juga itu mah."

Tak lama beberapa polisi yang menjaga pintu gerbang mulai membuka sedikit pintu gerbangnya. Warga mulai masuk merangsek dengan segala jenis jurus meyikut. Darius dan Nurdin pun terbawa arus bergoyang tanpa lagu dangdut masuk ke dalam kerumunan warga yang kelaparan. Darius tidak kuat menahan panas dan pengap dalam kerumunan, dia bergerak balik arah, keluar dari pusaran sengsara itu.

Satu jam berlalu, 16 orang pingsan, 34 anak balita menangis dan kehilangan orang tua, dan 141 lainnya tidak mendapatkan zakat ataupun sembako, termasuk Nurdin.

Darius: "Kehabisan mas?"
Nurdin: "wah,ya kita mah ga dapet. Penuh banget dah."
Darius: "sini saya bantu mintain, saya mau ke dalam."

Darius dengan gagah berani masuk ke dalam gerbang, dia bilang dia seorang saudagar ikan dan gurita. Tak lama dia bertemu dengan Musya'i, dia adalah pak bos-nya rumah itu. Godfather dari Sumenep.

Darius: "Pak,di luar banyak yang pingsan."
Musya'i: "Mau gimana lagi mas."
Darius: "Harus kaya gitu ya?"

Musya'i: "Saya takut kalo bukan saya sendiri yang ngasih nanti dimakan orang lain uangnya. Saya mau ibadah saya berbobot, zakat saya tapat sasaran. Mereka adalah sarana saya menuju surga, saya tahu saya bisa memberikan bantuan bagi banyak orang. Mungkin tidak semua bisa saya beri. Tapi saya sudah berusaha."

Darius: "Ah, saya kira bapak hanya ingin pamer kalo bapak ini kaya. Bukan zakat intinya."

Ah Darius, kenapa edisi ini kau terlalu serius?

Tidak ada komentar: